Sabtu, 04 September 2010

[3] Lapangan Basket

Seperti malam-malam sebelumnya, Jakarta gerah luar biasa.

Pekerjaanku selesai beberapa menit yang lalu. Sudah terlalu malam untuk pulang, jadi aku memutuskan untuk menginap di kantor saja malam ini.

Beberapa lampu dimatikan. Kipas angin di tengah rungan berputar-putar mengedarkan hawa panas ke seluruh ruangan. Di sudut ada meja Andreas, di sampingnya meja Santi yang suka bawa makanan kecil ke kantor, hup, loncat ke sebelah ada meja si jangkung Abi. 2 buah bola basket ada di kolong meja. Sesuatu membuatku beranjak dan memungut salah satunya. Kupandangi saja.

Bola basket memaksaku mengingat lagi masa-masa itu. Beberapa waktu yang lalu. Aku tetap menganggap masa itu baru saja terjadi. Walaupun sudah sangat jauh berlalu. Aku tak peduli.

Kala itu aku suka sekali bermain basket. Tak ada kegiatan ekstrakurikuler basket di sekolahku, jadi tiap Selasa aku dan beberapa teman bermain bola basket di lapangan samping sekolah. Kami berenam.

Sore itu. Kami datang berlima. Andi tak bisa ikut serta karena suatu keperluan. Lapangan tampak berpenghuni. Ada dua orang cewek sedang asik memantul-mantulkan bola dengan brutal disana.

Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa salah satunya adalah Katy, dan seorang lagi teman ceweknya bernama Nana.

Jadi biar kuceritakan dulu, sejak kejadian (baca: sengketa) bangku pinggir kelas itu, hubunganku dan Katy jadi kacau balau. Tak pernah akur. Apapun yang dia lakukan tak lebih hanya kelakuan anak cewek yang mencari perhatian. Oh ya, biar kutambahkan satu hal, Katy itu tomboy. Tak ada lembut-lembutnya sama sekali.

Kembali ke lapangan basket. Kudekati mereka, Angga merebut bola dari Nana, aku semprot Katy.

"Siapa suruh kalian main di sini hari ini ?"

"Ada masalah ?"

"Kau tahu, hari ini waktunya kelompok kami yang pakai lapangan!?"

"Jadi kalian sudah membeli lapangan ini ?"

Memanas seperti biasa. Teman-temanku mulai tak tahan melihat perdebatanku dengan Katy yang makin terasa konyol. Sekelompok anak laki-laki yang berdebat dengan 2 orang anak perempuan.

Perdebatan menemui jalan buntu. Jadi beberapa orang temanku mengambil alih posisiku sebagai negosiator. Aku tak begitu mengerti apa yang terjadi setelahnya, tapi sebuah keputusan aneh telah diambil.

Kami membagi lapangan menjadi dua. Seterusnya, setiap hari selasa, kami BERENAM akan bermain setengah lapangan, dan mereka BERDUA akan mendapatkan bagian yang sama besar. Rasanya tak perlu sekolah hingga tingkat SMP untuk melihat kejanggalan dalam pembagian ini.

Minggu-minggu pertama berjalan dengan tak menyenangkan. Sebulan berlalu, hingga beberapa orang dari kami menjadi bosan dan memutuskan sebuah hal baru. Kelompok kami akan bergabung. Seharusnya aku sudah bisa menduga akan seperti ini jadinya.

Tak ada gunanya membantah, aku kalah jumlah.

Beberapa permainan berlangsung. Hari demi hari berlalu. Kehadiran Katy di kelompok kami tak lagi terlalu mengganjal buatku. Beberapa kali bahkan kami bermain dalam satu tim. Secara teknis aku bisa bekerjasama dengan cukup baik dengannya. Pada intinya, kami berkomunikasi dengan cukup baik.

Lambat-lambat mulai kusadari beberapa hal. Dibalik sifatnya yang luar biasa menyebalkan, Katy anak yang baik dan riang. Dia tak manja dan cengeng seperti anak cewek lain. Kepalanya menyimpan otak yang cerdas dan cepat tanggap. Di sisi lain, Katy juga pandai merawat diri. Tetap menyenangkan dipandang namun tak berlebihan. Sulit menentangnya dalam kondisi apapun.

Kuberi tahu hal lain, kami hanya akur ketika berada di lapangan basket. Aku pun sulit menjelaskannya secara ilmiah. Di kelas, atau dimanapun sulit sekali menolak dominasi sifat-sifatnya yang menjengkelkan. Hal kecil sangat mungkin menjadi sumber masalah besar jika berurusan dengan Katy.

Terlepas dari semuanya, di lapangan kami adalah teman yang baik. Hingga pada suatu titik, secara natural aku jadi berharap saat bermain basket segera tiba. Entah apa penyebabnya. Tapi samar-samar aku menduga itu karena Katy.

1 komentar:

Galuh Parantri mengatakan...

Wahaha makasih uda mampir ke blog gue :)

Eh gak terlalu ngeh cerpen tapi nulis jugah nihhh
Keep on Writing!