Jumat, 03 September 2010

[2] Bangku

Jakarta gerah sekali malam ini.

Lewat tengah malam, hanya musik klasik yang mengalun agak keras dari speaker di sudut ruangan. Selebihnya hanya ada aku dan kenangan itu.

Tak kuingat tanggal dan hari apa kala itu. Hari pertama tahun ajaran baru. Semua siswa tampak senang. Datang dengan pakaian seragam baru, potongan rambut baru hingga sepeda yang baru.

Tradisi turun temurun dan merupakan kesepakatan tak tertulis, hari pertama tahun ajaran tak pernah langsung terisi materi pelajaran. Semua menyesuaikan diri setelah kembali dari liburan semester yang panjang.

Aku datang agak siang hari itu. Aku anak yang tak terlalu menonjol di pelajaran sekolah dan bukan siswa kesayangan guru. Jadi ini hari penting buatku. Hari dimana posisi tempat duduk permanen selama setahun kedepan akan ditentukan.

Aku melangkah dengan sejuta harapan ke kelas yang baru ini. Kelas 3 SMP.

Secepat kilat mataku tertuju pada sebuah bangku kosong di dekat pintu masuk kelas. Aku punya alasan yang bagus mengapa bangku itu memenuhi segala kriteriaku. Posisinya super strategis.

Pertama aku akan menjadi leluasa jika terlambat masuk kelas. Jika guru telah berada di dalam kelas, sangat mudah untuk mencapai bangku itu ketika guru sedang lengah dan tak memperhatikan.

Kedua, bangku itu tersembunyi. Diluar jangkauan penglihatan dari meja guru. Aman jika suatu saat aku tertidur. Biar kuperjelas saja, aku memang sering sekali tertidur di kelas.

Setelah meletakkan tas di bangku baru, aku pergi. Bermain bola di lapangan dan membeli beberapa gelas minuman dingin di kantin.

Hari semakin siang, waktunya pulang.

Tahu tidak, aku hampir pingsan ketika masuk kelas. Tasku tak ada di tempat, dan digantikan tas lain, berwarna merah dan berhiaskan gantungan bulat bergambar donal bebek.

"Hoi, siapa yang menukar tasku ?" Aku berteriak di depan kelas, berharap seseorang memberikan petunjuk.

Beberapa detik berlalu tanpa ada tanda-tanda positif. Hingga akhirnya seorang cewek dari bangku belakang bejalan mendekat.

"Oh, itu tas kamu yah? Tuh ada di sana"

Dia menunjuk ke bangku persis di depan meja guru. Tasku bersandar disana dengan lesu.

"Siapa suruh taruh disana ?" Aku mulai berang.

"Aku suka bangku yang disini, ada masalah ?"

"Aku datang lebih dulu, aku taruh tasku disini, itu berarti bangku ini sudah ditempati, jelas ?!"

"Sejak kapan ada peraturan seperti itu ?"

Dia makin ngotot, aku tak mau kalah. Aku mengenal cewek ini. Dia anak seorang guru ilmu akuntansi di sekolah dan di tahun ini beliau mengajar di kelas kami. Aku tak ingin memperpanjang masalah. Kusambar tasku dan bergegas meninggalkan kelas yang mulai panas ini. Aku pulang dengan segudang dendam.

Semalaman aku susah tidur. Cewek yang membuat hari pertama tahun ajaran baruku menjadi hancur lebur itu terus mendominasi otakku. Harus ada pertanggung jawaban. Tentu saja aku tak ingin menjadi laki-laki yang lemah. Tidak akan pernah!

Keesokan harinya aku berangkat pagi-pagi. Sederet rencana tersusun rapi di kepala, siap diluncurkan. Tapi tau tidak, apa yang terjadi ketika aku masuk pintu kelas.

Tak ada cewek sok tahu itu di bangku sengketa. Bangku itu tak berpenghuni, sama seperti saat pertama aku melihatnya. Tak mungkin dia belum datang.

Mataku menjelajah kelas, aku menemukannya.

Cewek dengan rambut sebahu dan tas merah. Dia duduk sambil membaca buku di sebuah bangku. Tepat di depan meja guru.

Aku duduk menempati bangku idamanku. Otakku masih tak bisa mencerna ini dengan mudah. Dia yang kemarin dengan sengit menentangku dan berkeras menguasai bangku ini, mundur tanpa perlawanan sama sekali hari ini.

Kuputuskan untuk berhenti memikirkan hal itu dan menjalani kelas baruku dengan normal. Senormal yang kubisa.

Aku yakin kau juga begitu kan, Katy ?

Tidak ada komentar: